BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dewasa ini masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang
kultural mempunyai berbagai macam adat istiadat,budaya maupun tradisi yang
membuat Indonesia kaya akan budaya yang patut kita syukuri dan lestraikan.
Manusia dalam hidupnya di alam semesta ini seharusnya sedapat mungkin menjalin
hubungan yang seimbang dan selaras dengan Tuhan, alam, serta manusia lain atau
sesamanya. Hal ini sangat perlu dilakukan sebab manusia tidak mungkin hidup
tanpa kehadiran mereka, baik disadari ataupun tidak. Di masyarakat Jawa kita
banyak sekali menemukan budaya,tradisi maupun ritual.Budaya masyarakat yang
sudah melekat erat menjadikan masyarakat Jawa sangat menjunjung tinggi
nilai-nilai luhur dari kebudayaan itu. Dengan demikian tidak mengherankan kalau
pelaksanaan nyadran masih kental dengan budaya Hindhu-Buddha dan animisme yang
diakulturasikan dengan nilai-nilai Islam oleh Wali Songo. Adanya ajaran
“nyadran” ini merupakan perwujudan dari konsep keselarasan dan keseimbangan yang
diusahakan dalam kehidupan ini. Hal ini ditujukan agar mereka yang mempunyai
andil dalam kehidupan kita masing-masing, dapat tenang dan menjadi suci di alam
mereka sekarang.
1.2
Tujuan Penulisan
Penulis dalam mengambil tema ini bertujuan untuk yaitu :
1)
Mengulas latar belakang dari adanya budaya
Nyadran di masyarakat jawa,khususnya di desa Kubangsari,kecamatan Ketanggungan
Kabupaten BrebesJawa Tengah,
2)
Membahas ritual Nyadran dari awal sampai akhir,
1.3
Rumusan Masalah
1.
Apa Latar Belakang adanya ritual Nyadran?
2.
Bagaimana urut-urutan ritual Nyadran?
1.4
Metode Penulisan
Penulis
muapun peneliti menggunakan metode wawancara dengan sesepuh desa
Kubnagsari,brebes Jawa Tengah.
1.5
Kondisi Objektif
Penulis
meneliti Ritual Nyadran di masyarakat Jawa,khususnya di Desa Kubangsari Kecamatan
Ketanggungan Kabupaten Brebes Jawa tengah yang terdiri dari 1.781 penduduk,474
rumah,8 RT dan 2 RW yang di Kepalai Bpk.Tarlan K,A.Ma.Pd sebagai Kepala Desa
atau Lurah.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Nyadran
Nyadran
berasal dari bahasa Sansekerta, Sraddha
yang artinya keyakinan. Secara sederhana Nyadran
adalah kegiatan bersih makam yang dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat
Jawa yang umumnya tinggal di pedesaan. Tradisi ini sudah berlangsung sejak
jaman Hindu-Budha sebelum masuknya ajaran Islam ke tanah Jawa. Dan sejak abad
ke-15 para Sunan atau yang dikenal
dengan sebutan Walisongo menggabungkan tradisi tersebut dalam dakwahnya untuk
menyebarkan ajaran Islam supaya mudah diterima. Nyadran bisa dipahami sebagai sebuah simbolisasi hubungan antara
seseorang dengan leluhur, dengan sesama dan hubungan dengan Tuhan.
Menurut Bapak Rakwin selaku sesepuh desa
bahwa bentuk kegiatan upacara nyadran adalah berupa acara massal membersihkan makam
dan mendoakan para pendahulu supaya mendapatkan ampunan dan keselamatan dari
Tuhan.Nyadran yang saya temui merupakan nyadran yang berbeda dari masyrakat
yang lain.Nyadran di sini adalah bukan hanya memberihkan makam saja tapi
berkunjung kerumah suadara yang lebih tua dengan membawa
gula,teh,rokok,kupat-lepet,makanan yang lainny.Nyadran di sini adalah
silaturahmi keluarga yang dilaksanakn bertepatan setelah shalat idul
fitri.Dalam Nyadran di masyarakat Kubangsari secara turun temurun bila
berkunjung ke saudara yang lebih tua mereka harus membawa kewajiban yaitu
rokok,gula,teh,dan lain sebagainya.Itu sudah menjadi ritual Nyadran di
masyarakat Kubangsari.
2.2
Ritual Nyadran
Nyadran biasanya di laksanakan bertepan dengan
1 Syawal atau Idul Fitri,Nyadran dilakukan setelah shalat Idul Fitri.Masyarakat
Kubangsari sebelum berangkat Nyadran mereka sudah menyiapkan sesaji di rumah
yang diletakan di atas meja besar sebagai bentuk wujud terimakasih kepada sang
maha kuasa dan sebagai doa untuk para leluhur yang sudah mendahului.Setelah
shalat Idul Fitri,masyarakat berkumpul dengan kerabatnya masing-masing untuk
menuju ke makam bersama-sama,mereka membawa kembang tujuh rupa,menyan,sapu
lidi,dan lain-lain.Sapu lidi digunakan untuk besik makam atau untuk
membersihkan makam.Masyarakat berkumpul di suatu makam leluhurnya atau keluarga
yang sudah meninggal.Salah satu warga atau keluarga memimpin doa untuk
tahlilan,setelah itu pemimpin tersebut membakar menyan,setelah itu satu persatu
keluarga untuk membakar menyan dan berdoa memohon ampunan kepada sang maha
kuasa dan mendoakan orang yang ada di dalam kubur tersebut,setelah itu mereka
menabur bunga tujur rupa tersebut.Setelah semua keluarga sudah mendoakan
keluarga yangs udah meninggal,mereka pulang dan menuju keluarga yang paling
tua,seperti nenek-kakek.Semua keluarga dari anak,cucu,sampai cicit berkumpul di
rumah keluarga yang paling tua.Dari anak yang paling tua satu persatu meminta
maaf sampai ke keluarga yang paling muda.Setelah itu keluarga berkumpu lagi dan
di situ mereka makan bersama.Mereka makan kupat dengan opor ayam sebagai
tradisi idul fitri atau lanjutan dari ritual nyadran tersebut.Setelah itu
mereka pada pulang kerumah dan menyiapkan untuk berkunjung ke rumah saudara-saudaranya.
Ritual Nyadran di lanjutkan untuk
berkunjung ke rumah saudara yang paling tua,sebagai bentuk
silaturahmi.Masyarakat Kubangsari biasa silaturahmi diwaktu setelah besik makam
yang di namai Nyadran,nyadran di sini adalah berkunjung ke rumah saudara yang
paling tua dengan membawa Rokok,gula,teh dan yang lainnya merupakan pelengkap.
Nyadran juga memberikan contoh kepada
manusia, khususnya generasi muda agar mereka menyadari perannya yang mempunyai
tanggung jawab dan kewajiban untuk selalu menghormati para leluhur atau orang
tuanya, baik yang masih ada ataupun sudah tiada.
Upacara Nyadran juga menggunakan sarana
atau sesaji yang juga disesuaikan dengan tempat, waktu, kebutuhan, dan pelaku.
Sesaji memegang peranan penting karena merupakan sarana penghantar doa manusia
kepada Tuhan.
Secara
sosio-kultural, implementasi dari ritus nyadran tidak hanya sebatas
membersihkan makam-makam leluhur tetapi dilanjutkan dengan adanya selamatan
(kenduri), membuat kue apem, kolak, dan ketan sebagai unsur sesaji sekaligus
landasan ritual doa. Nyadran juga menjadi ajang silaturahmi keluarga dan
sekaligus menjadi transformasi sosial, budaya, dan keagamaan.
Prosesi
ritual nyadran biasanya dimulai dengan membuat kue apem kupat-lepet, ketan, dan
kolak. Kue-kue tersebut selain dipakai munjung/ater-ater (dibagi-bagikan)
kepada sanak saudara yang lebih tua, juga menjadi ubarampe (pelengkap) kenduri.
Tetangga dekat juga mendapatkan bagian dari kue-kue tadi. Hal itu dilakukan
sebagai ungkapan solidaritas dan ungkapan kesalehan sosial kepada sesama.
Di
sini ada hubungan kekerabatan, kebersamaan, kasih sayang di antara warga atau
anggota yang lain. Di samping itu, semakin jelas adanya nilai transformasi
budaya dan tradisi dari yang tua kepada yang muda.
Nyadran
merupakan ekspresi dan ungkapan kesalehan sosial masyarakat di mana rasa
gotong- royong, solidaritas, dan kebersamaan menjadi pola utama dari tradisi
ini. Ungkapan ini pada akhirnya akan menghasilkan sebuah tata hubungan
vertikal-horizontal yang lebih intim. Dalam konteks ini, maka nyadran akan
dapat meningkatkan pola hubungan dengan Tuhan dan masyarakat (sosial), sehingga
akhirnya akan meningkatkan pengembangan kebudayaan dan tradisi yang sudah
berkembang menjadi lebih lestari.
Dalam
konteks sosial dan budaya, nyadran dapat dijadikan sebagai wahana dan medium
perekat sosial, sarana membangun jati diri bangsa, rasa kebangsaan dan
nasionalisme (Gatot Marsono). Dalam prosesi ritual atau tradisi nyadran kita
akan berkumpul bersama tanpa ada sekat-sekat dalam kelas sosial dan status sosial,
tanpa ada perbedaan agama dan keyakinan, golongan ataupun partai.
Nyadran
menjadi ajang untuk berbaur dengan masyarakat, saling mengasihi, saling
menyayangi satu sama lain. Nuansa kedamaian, humanitas dan familiar sangat
kental terasa. Apabila nyadran ditingkatkan kualitas jalinan sosialnya, rasanya
Indonesia ini menjadi benar-benar rukun, ayom-ayem, dan tenteram.
Nyadran
dalam konteks Indonesia saat ini telah menjelma sebagai refleksi, wisata rohani
kelompok masyarakat di tengah kesibukan sehari-hari. Masyarakat, yang
disibukkan dengan aktivitas kerja yang banyak menyedot tenaga sekaligus
(terkadang) sampai mengabaikan religiusitas, melalui nyadran, seakan tersentak
kesadaran hati nuraninya untuk kembali bersentuhan dan bercengkrama dengan
nilai-nilai agama islam.
Kegiatan masak memasak untuk makan bersama keluarga setelah
pulang dari makam atau setelah kegatan sungkem.
Masyarakat kubangsari
rata-rata memanggang ayam sebagai pelengkap sesaji.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Nyadran
bisa dipahami sebagai sebuah simbolisasi hubungan antara seseorang dengan
leluhur, dengan sesama dan hubungan dengan Tuhan. Bentuk kegiatannya adalah
berupa acara massal membersihkan makam dan mendoakan para pendahulu supaya
mendapatkan ampunan dan keselamatan dari Tuhan.Nyadran yang saya temui
merupakan nyadran yang berbeda dari masyrakat yang lain.Nyadran di sini adalah
bukan hanya memberihkan makam saja tapi berkunjung kerumah suadara yang lebih
tua dengan membawa gula,teh,rokok,kupat-lepet,makanan yang lainny.Nyadran di
sini adalah silaturahmi keluarga yang dilaksanakn bertepatan setelah shalat
idul fitri.Dalam Nyadran di masyarakat Kubangsari secara turun temurun bila
berkunjung ke saudara yang lebih tua mereka harus membawa kewajiban yaitu
rokok,gula,teh,dan lain sebagainya.Itu sudah menjadi ritual Nyadran di
masyarakat Kubangsari.
Nyadran
merupakan ekspresi dan ungkapan kesalehan sosial masyarakat di mana rasa
gotong- royong, solidaritas, dan kebersamaan menjadi pola utama dari tradisi
ini. Ungkapan ini pada akhirnya akan menghasilkan sebuah tata hubungan
vertikal-horizontal yang lebih intim. Dalam konteks ini, maka nyadran akan
dapat meningkatkan pola hubungan dengan Tuhan dan masyarakat (sosial), sehingga
akhirnya akan meningkatkan pengembangan kebudayaan dan tradisi yang sudah
berkembang menjadi lebih lestari.
3.2
Saran-saran
Sebagai generasi penerus bangsa sudah
seharusnya kita melestarikan budaya maupun ritual yang ada di sekitar kita
sebagi bentuk kepedulian sosial.Dari yang sudah penulis paparkan semoga menjadi
kekutan untuk selalu menghargai orang-orang yang lebih tua dan menghormatinya
sebagai bentuk kepedulian sosial.Dari pembahasan di atas kita juga bisa melihat
bahwa manusia hidup akan selau membutuhkan manusia lainnya,manusia hidup harus selalu
berterima kasih terhadap Tuhan yang sudah memberikan kenikmatan dan
kesehatan.Manusia tidak bisa hidup tanpa adanya pertolongan dari tuhan maupun
manusia lainnya,maka dari itu sebagai per erat tali silaturahmi penulis
menginginkan adanya kepedulian sosial terhadap sesama maupun Tuhan.Kita harus
nisa mencontoh orang tua kita yang mempertahankan budayanya.Jangan sampai kita
malah merusak dan mengotorinama budaya kita.Lestarikan budaya Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar