Selasa, 27 November 2012

Ritual Nyadran di desa Kubangsari,ketanggungan,Brebes


BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Dewasa ini masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang kultural mempunyai berbagai macam adat istiadat,budaya maupun tradisi yang membuat Indonesia kaya akan budaya yang patut kita syukuri dan lestraikan. Manusia dalam hidupnya di alam semesta ini seharusnya sedapat mungkin menjalin hubungan yang seimbang dan selaras dengan Tuhan, alam, serta manusia lain atau sesamanya. Hal ini sangat perlu dilakukan sebab manusia tidak mungkin hidup tanpa kehadiran mereka, baik disadari ataupun tidak. Di masyarakat Jawa kita banyak sekali menemukan budaya,tradisi maupun ritual.Budaya masyarakat yang sudah melekat erat menjadikan masyarakat Jawa sangat menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dari kebudayaan itu. Dengan demikian tidak mengherankan kalau pelaksanaan nyadran masih kental dengan budaya Hindhu-Buddha dan animisme yang diakulturasikan dengan nilai-nilai Islam oleh Wali Songo. Adanya ajaran “nyadran” ini merupakan perwujudan dari konsep keselarasan dan keseimbangan yang diusahakan dalam kehidupan ini. Hal ini ditujukan agar mereka yang mempunyai andil dalam kehidupan kita masing-masing, dapat tenang dan menjadi suci di alam mereka sekarang.
1.2              Tujuan Penulisan
Penulis dalam mengambil tema ini bertujuan untuk yaitu :
1)      Mengulas latar belakang dari adanya budaya Nyadran di masyarakat jawa,khususnya di desa Kubangsari,kecamatan Ketanggungan Kabupaten BrebesJawa Tengah,
2)      Membahas ritual Nyadran dari awal sampai akhir,
1.3              Rumusan Masalah
1.      Apa Latar Belakang adanya ritual Nyadran?
2.      Bagaimana urut-urutan ritual Nyadran?

1.4              Metode Penulisan
Penulis muapun peneliti menggunakan metode wawancara dengan sesepuh desa Kubnagsari,brebes Jawa Tengah.
1.5              Kondisi Objektif
Penulis meneliti Ritual Nyadran di masyarakat Jawa,khususnya di Desa Kubangsari Kecamatan Ketanggungan Kabupaten Brebes Jawa tengah yang terdiri dari 1.781 penduduk,474 rumah,8 RT dan 2 RW yang di Kepalai Bpk.Tarlan K,A.Ma.Pd sebagai Kepala Desa atau Lurah.










     




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Nyadran
                           
      Nyadran berasal dari bahasa Sansekerta, Sraddha yang artinya keyakinan. Secara sederhana Nyadran adalah kegiatan bersih makam yang dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat Jawa yang umumnya tinggal di pedesaan. Tradisi ini sudah berlangsung sejak jaman Hindu-Budha sebelum masuknya ajaran Islam ke tanah Jawa. Dan sejak abad ke-15  para Sunan atau yang dikenal dengan sebutan Walisongo menggabungkan tradisi tersebut dalam dakwahnya untuk menyebarkan ajaran Islam supaya mudah diterima. Nyadran bisa dipahami sebagai sebuah simbolisasi hubungan antara seseorang dengan leluhur, dengan sesama dan hubungan dengan Tuhan.
      Menurut Bapak Rakwin selaku sesepuh desa bahwa bentuk kegiatan upacara nyadran  adalah berupa acara massal membersihkan makam dan mendoakan para pendahulu supaya mendapatkan ampunan dan keselamatan dari Tuhan.Nyadran yang saya temui merupakan nyadran yang berbeda dari masyrakat yang lain.Nyadran di sini adalah bukan hanya memberihkan makam saja tapi berkunjung kerumah suadara yang lebih tua dengan membawa gula,teh,rokok,kupat-lepet,makanan yang lainny.Nyadran di sini adalah silaturahmi keluarga yang dilaksanakn bertepatan setelah shalat idul fitri.Dalam Nyadran di masyarakat Kubangsari secara turun temurun bila berkunjung ke saudara yang lebih tua mereka harus membawa kewajiban yaitu rokok,gula,teh,dan lain sebagainya.Itu sudah menjadi ritual Nyadran di masyarakat Kubangsari.
2.2 Ritual Nyadran
      Nyadran biasanya di laksanakan bertepan dengan 1 Syawal atau Idul Fitri,Nyadran dilakukan setelah shalat Idul Fitri.Masyarakat Kubangsari sebelum berangkat Nyadran mereka sudah menyiapkan sesaji di rumah yang diletakan di atas meja besar sebagai bentuk wujud terimakasih kepada sang maha kuasa dan sebagai doa untuk para leluhur yang sudah mendahului.Setelah shalat Idul Fitri,masyarakat berkumpul dengan kerabatnya masing-masing untuk menuju ke makam bersama-sama,mereka membawa kembang tujuh rupa,menyan,sapu lidi,dan lain-lain.Sapu lidi digunakan untuk besik makam atau untuk membersihkan makam.Masyarakat berkumpul di suatu makam leluhurnya atau keluarga yang sudah meninggal.Salah satu warga atau keluarga memimpin doa untuk tahlilan,setelah itu pemimpin tersebut membakar menyan,setelah itu satu persatu keluarga untuk membakar menyan dan berdoa memohon ampunan kepada sang maha kuasa dan mendoakan orang yang ada di dalam kubur tersebut,setelah itu mereka menabur bunga tujur rupa tersebut.Setelah semua keluarga sudah mendoakan keluarga yangs udah meninggal,mereka pulang dan menuju keluarga yang paling tua,seperti nenek-kakek.Semua keluarga dari anak,cucu,sampai cicit berkumpul di rumah keluarga yang paling tua.Dari anak yang paling tua satu persatu meminta maaf sampai ke keluarga yang paling muda.Setelah itu keluarga berkumpu lagi dan di situ mereka makan bersama.Mereka makan kupat dengan opor ayam sebagai tradisi idul fitri atau lanjutan dari ritual nyadran tersebut.Setelah itu mereka pada pulang kerumah dan menyiapkan untuk berkunjung ke rumah saudara-saudaranya.
      Ritual Nyadran di lanjutkan untuk berkunjung ke rumah saudara yang paling tua,sebagai bentuk silaturahmi.Masyarakat Kubangsari biasa silaturahmi diwaktu setelah besik makam yang di namai Nyadran,nyadran di sini adalah berkunjung ke rumah saudara yang paling tua dengan membawa Rokok,gula,teh dan yang lainnya merupakan pelengkap.
      Nyadran juga memberikan contoh kepada manusia, khususnya generasi muda agar mereka menyadari perannya yang mempunyai tanggung jawab dan kewajiban untuk selalu menghormati para leluhur atau orang tuanya, baik yang masih ada ataupun sudah tiada.
      Upacara Nyadran juga menggunakan sarana atau sesaji yang juga disesuaikan dengan tempat, waktu, kebutuhan, dan pelaku. Sesaji memegang peranan penting karena merupakan sarana penghantar doa manusia kepada Tuhan.
Secara sosio-kultural, implementasi dari ritus nyadran tidak hanya sebatas membersihkan makam-makam leluhur tetapi dilanjutkan dengan adanya selamatan (kenduri), membuat kue apem, kolak, dan ketan sebagai unsur sesaji sekaligus landasan ritual doa. Nyadran juga menjadi ajang silaturahmi keluarga dan sekaligus menjadi transformasi sosial, budaya, dan keagamaan.
Prosesi ritual nyadran biasanya dimulai dengan membuat kue apem kupat-lepet, ketan, dan kolak. Kue-kue tersebut selain dipakai munjung/ater-ater (dibagi-bagikan) kepada sanak saudara yang lebih tua, juga menjadi ubarampe (pelengkap) kenduri. Tetangga dekat juga mendapatkan bagian dari kue-kue tadi. Hal itu dilakukan sebagai ungkapan solidaritas dan ungkapan kesalehan sosial kepada sesama.
Di sini ada hubungan kekerabatan, kebersamaan, kasih sayang di antara warga atau anggota yang lain. Di samping itu, semakin jelas adanya nilai transformasi budaya dan tradisi dari yang tua kepada yang muda.
Nyadran merupakan ekspresi dan ungkapan kesalehan sosial masyarakat di mana rasa gotong- royong, solidaritas, dan kebersamaan menjadi pola utama dari tradisi ini. Ungkapan ini pada akhirnya akan menghasilkan sebuah tata hubungan vertikal-horizontal yang lebih intim. Dalam konteks ini, maka nyadran akan dapat meningkatkan pola hubungan dengan Tuhan dan masyarakat (sosial), sehingga akhirnya akan meningkatkan pengembangan kebudayaan dan tradisi yang sudah berkembang menjadi lebih lestari.
Dalam konteks sosial dan budaya, nyadran dapat dijadikan sebagai wahana dan medium perekat sosial, sarana membangun jati diri bangsa, rasa kebangsaan dan nasionalisme (Gatot Marsono). Dalam prosesi ritual atau tradisi nyadran kita akan berkumpul bersama tanpa ada sekat-sekat dalam kelas sosial dan status sosial, tanpa ada perbedaan agama dan keyakinan, golongan ataupun partai.
Nyadran menjadi ajang untuk berbaur dengan masyarakat, saling mengasihi, saling menyayangi satu sama lain. Nuansa kedamaian, humanitas dan familiar sangat kental terasa. Apabila nyadran ditingkatkan kualitas jalinan sosialnya, rasanya Indonesia ini menjadi benar-benar rukun, ayom-ayem, dan tenteram.
Nyadran dalam konteks Indonesia saat ini telah menjelma sebagai refleksi, wisata rohani kelompok masyarakat di tengah kesibukan sehari-hari. Masyarakat, yang disibukkan dengan aktivitas kerja yang banyak menyedot tenaga sekaligus (terkadang) sampai mengabaikan religiusitas, melalui nyadran, seakan tersentak kesadaran hati nuraninya untuk kembali bersentuhan dan bercengkrama dengan nilai-nilai agama islam.
Kegiatan masak memasak untuk makan bersama keluarga setelah pulang dari makam atau setelah kegatan sungkem.

                    Masyarakat kubangsari rata-rata memanggang ayam sebagai pelengkap sesaji.                              








    



BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
     Nyadran bisa dipahami sebagai sebuah simbolisasi hubungan antara seseorang dengan leluhur, dengan sesama dan hubungan dengan Tuhan. Bentuk kegiatannya adalah berupa acara massal membersihkan makam dan mendoakan para pendahulu supaya mendapatkan ampunan dan keselamatan dari Tuhan.Nyadran yang saya temui merupakan nyadran yang berbeda dari masyrakat yang lain.Nyadran di sini adalah bukan hanya memberihkan makam saja tapi berkunjung kerumah suadara yang lebih tua dengan membawa gula,teh,rokok,kupat-lepet,makanan yang lainny.Nyadran di sini adalah silaturahmi keluarga yang dilaksanakn bertepatan setelah shalat idul fitri.Dalam Nyadran di masyarakat Kubangsari secara turun temurun bila berkunjung ke saudara yang lebih tua mereka harus membawa kewajiban yaitu rokok,gula,teh,dan lain sebagainya.Itu sudah menjadi ritual Nyadran di masyarakat Kubangsari.
            Nyadran merupakan ekspresi dan ungkapan kesalehan sosial masyarakat di mana rasa gotong- royong, solidaritas, dan kebersamaan menjadi pola utama dari tradisi ini. Ungkapan ini pada akhirnya akan menghasilkan sebuah tata hubungan vertikal-horizontal yang lebih intim. Dalam konteks ini, maka nyadran akan dapat meningkatkan pola hubungan dengan Tuhan dan masyarakat (sosial), sehingga akhirnya akan meningkatkan pengembangan kebudayaan dan tradisi yang sudah berkembang menjadi lebih lestari.
3.2 Saran-saran
          Sebagai generasi penerus bangsa sudah seharusnya kita melestarikan budaya maupun ritual yang ada di sekitar kita sebagi bentuk kepedulian sosial.Dari yang sudah penulis paparkan semoga menjadi kekutan untuk selalu menghargai orang-orang yang lebih tua dan menghormatinya sebagai bentuk kepedulian sosial.Dari pembahasan di atas kita juga bisa melihat bahwa manusia hidup akan selau membutuhkan manusia lainnya,manusia hidup harus selalu berterima kasih terhadap Tuhan yang sudah memberikan kenikmatan dan kesehatan.Manusia tidak bisa hidup tanpa adanya pertolongan dari tuhan maupun manusia lainnya,maka dari itu sebagai per erat tali silaturahmi penulis menginginkan adanya kepedulian sosial terhadap sesama maupun Tuhan.Kita harus nisa mencontoh orang tua kita yang mempertahankan budayanya.Jangan sampai kita malah merusak dan mengotorinama budaya kita.Lestarikan budaya Indonesia.

















DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar